Disleksia



Hari demi hari telah aku lalui, dan aku tetap bingung akan apa yang harus aku lakukan. Aku pun tak bisa menulis dengan benar, aku tak bisa membaca dengan benar, bahkan aku tak bisa berbicara seperti orang pada umumnya. Aku stres aku frustasi, dan rasanya aku ingin mati saja.

Dari umur 3 tahun, aku telah di vonis oleh dokter sebagai penyandang "Disleksia" aku terlambat untuk berbicara, aku tak bisa berkonsentrasi dengan baik yang membuat nilaiku jatuh terperosok.

Saat ini aku duduk di bangku SMP dengan penyakitku yang seperti ini. Aku benci menjadi bahan olok-olokan teman-temanku, aku benci karena diriku tidak mempunyai teman yang banyak dan aku benci diriku sendiri. Karena hal tersebut, aku pun di pindahkan ke SLB Sanja Buana. Sebenarnya, aku tak sudi bersekolah di sini!

Hingga tiba saatnya, aku bertemu dengan seorang tuna daksa yang sangat mengispirasiku, dia bernama Debby dia sangat baik kepadaku, dia selalu mengajarkan ku banyak hal, dia mengajariku tentang kehidupan yang membuatku lebih semangat untuk menjalani hidupku.

Perlahan, aku mulai mempelajari hal-hal yang dahulu aku tidak bisa lakukan. Seperti menulis dan berbicara dan yang paling penting adalah aku belajar untuk mencintai diriku sendiri, sekarang aku paham, bahwa kekurangan bukanlah hal yang patut untuk dibenci, dan dihinakan. Namun kekurangan itu harus diterima dengan lapang dada.


 *Sedang belajar menulis dengan menggunakan sudut pandang orang pertama*
*Sedikit parah yah*
*Namanya juga belajar*

0 komentar:

Posting Komentar