“SAHABAT KABUT”
(By : Afifah Miftah)
Tahun ajaran baru, dimana sekolah
sedang sibuk menerima murid-murid barunya. Adalah Diandra seorang gadis aktif
yang baik hati yang tengah menantikan seorang sahabat,menanti dan terus
menanti.
Berusaha menahan bosan atas penantiannya, dia mengikuti
berbagai ekskul dan organisasi. Dia mencurahkan segala ambisi, tenaga serta
hatinya hanya untuk membuat orang-orang disekitarnya merasa senang walaupun
hatinya tergores dan sakit.
Terkadang cacian, makian menerpa dan
menghatam dirinya, namun dia bukanlah gundukan pasir di tepi pantai yang di
terpa oleh ombak, dia adalah batu karang! Dia tak pernah memperdulikan apa yang
dibicarakan orang lain terhadapnya, karena dia tahu, bahwa yang benar-benar
mengerti akan dirinya hanyalah dirinya sendiri.
Hingga pada suatu saat, dia menemukan
teman baiknya, Merisa. Adalah gadis manis, baik hati dan sedikit pendiam, dia
lebih suka menyendiri, menikmati setiap pemikirannya, buku-bukunya, dan juga
setiap tulisannya.
Merisa adalah seseorang yang tepat
untuk Diandra, mengapa begitu? Karena memang begitulah yang sebenarnya. Mereka
saling melengkapi satu sama lain, Diandra terkesan atas kesabaran serta
kejujuran yang dimiliki oleh Merisa. Oh ya, dia juga terkesan akan
kepandaiannya berbahasa inggris. Itulah yang membuat Diandra sangat ingin
menjadi sahabat Merisa.
Hingga suatu saat, Diandra mengetahui
bahwa Merisa telah mempunyai sebuah grup persahabatan, dan ya mereka sangat
dekat satu sama lainnya. Namun Diandra tetap saja mendekati Merisa, dan mereka
saling menyayangi satu sama lainnya.
Sehingga kedekatan mereka berdua
mendapatkan kecemburuan dari sahabatnya Merisa. Diandra memahaminya dengan
baik, hingga pada akhirnya, Diandra mulai sedikit menjauh dari Merisa, Diandra
tak mau menjadi seorang perusak hubungan orang.
Diandra menyingkirkan perasaannya, dan
seluruh ambisinya terhadap Merisa. Diandra mengetahui bahwa hanya itulah hal
yang dapat mempertahankan hubungan Merisa dengan sahabatnya.
Hingga suatu saat di pesta perpisahan
di sekolah mereka, Diandra tak berbicara bahkan tak mau menatap Merisa. Dia
tahu bahwa Merisa merasa sakit hati dan dia juga tahu bahwa Merisa akan benar-
benar membenci dirinya.
Pada saat itu, perasaan Diandra
benar-benar sakit, dan dia benar-benar terpukul, bahkan dia telah membenci
dirinya sendiri. Air matanya, sudah tak lagi dapat terbendung, ya tanggulnya
bocor! Di satu sisi, Diandra sangat ingin tetap bersama Merisa dan menjalin
sebuah persahabatan. Namun di sisi yang lain, dia tak mau menjadi perusak
hubungan Merisa dengan sahabatnya.
Pada saat itu di hari perpisahan,
Diandra pulang lebih awal bersama teman-temannya meninggalkan Merisa dan
sahabatnya. Dia berpura-pura senang hanya untuk membuat Merisa merasa sakit dan
membencinya. Dia tahu, bahwa itu sangatlah jahat, dan Diandra telah
menghancurkan hatinya sendiri. Itulah pertemuan terakhirnya dengan Merisa.
Diandra menyesali perbuatannya tersebut.
Alih-alih membuat kenangan yang indah untuk sahabatnya, Diandra malah membuat
kebencian Merisa terhadap dirinya.
Bertahun-tahun telah berlalu, namun
Diandra masih saja mengingat Merisa dan terus mengecek akun facebook yang
dimiliki oleh Merisa. Rasa sayangnya kepada Merisa tak pernah hilang. Semakin
lama, rasa itu bukannya mengurang malah
makin membesar dengan seiringya waktu.
Diandra berharap dan terus berharap
akan bertemu lagi dengan Merisa dan ingin mengucapkan permintaan maafnya kepada
Merisa, entah sampai kapan, Diandra terus menunggu hal itu terjadi.
.....Sampai mati?
Diandra penuh dengan
rasa harap dan penantian,..... Hingga pada suatu waktu, terlihat wajah samar
yang membekas di ingatannya, sesosok wajah yang tak asing lagi baginya, sesosok
wajah seseorang yang sangt di sayanginya. Ya, itulah Merisa.
3 Tahun tak
bertemu, perpisahan, kini hanyalah omong kosong belaka. Air mata Diandra
mengalir layaknya hujan, begitu pula dengan Merisa. Mungkin , kebenciannya
terhadap Diandra terkalahkan oleh kerinduan dan kebersamaan mereka.
Diandra dan
Merisa berjalan mendekati satu sama lainnya, berusaha menyeka air mata, hingga
tiba mereka berpelukan melepas kerinduan yang datang ketika mereka berpisah,
mencoba menenangkan dirinya, Diandra berkata.
“Maafkan aku Mer”
Lalu Merisa
menjawabnya...
“Tak apa”
~The End~