Filosofi Bunga Mawar


                              Bunga Mawar itu indah, namun berduri,

               Ingin memegang bunganya, namun terkena durinya,


                                                   Maka,

Ia sama seperti sebuah kebohongan, terkadang kebohongan itu memang indah (pada awalnya) namun pada akhirnya, seseorang akan tersakiti oleh kebohongan tersebut.

                                                  Namun,

                   Walaupun Mawar memiliki duri, dia tetap indah,

   Terkena durinya, namun tetap merasakan keindahan bunganya,

                                                 Maka,

Ia sama seperti sebuah kejujuran, terkadang kejujuran memang menyakitkan (pada awalnya) namun pada akhirnya, seseorang akan tersenyum karena melihat keindahan sebuah kejujuran itu.


SAHABAT KABUT



“SAHABAT KABUT”

(By : Afifah Miftah)

Tahun ajaran baru, dimana sekolah sedang sibuk menerima murid-murid barunya. Adalah Diandra seorang gadis aktif yang baik hati yang tengah menantikan seorang sahabat,menanti dan terus menanti. 

Berusaha menahan bosan atas penantiannya, dia mengikuti berbagai ekskul dan organisasi. Dia mencurahkan segala ambisi, tenaga serta hatinya hanya untuk membuat orang-orang disekitarnya merasa senang walaupun hatinya tergores dan sakit.

Terkadang cacian, makian menerpa dan menghatam dirinya, namun dia bukanlah gundukan pasir di tepi pantai yang di terpa oleh ombak, dia adalah batu karang! Dia tak pernah memperdulikan apa yang dibicarakan orang lain terhadapnya, karena dia tahu, bahwa yang benar-benar mengerti akan dirinya hanyalah dirinya sendiri.

Hingga pada suatu saat, dia menemukan teman baiknya, Merisa. Adalah gadis manis, baik hati dan sedikit pendiam, dia lebih suka menyendiri, menikmati setiap pemikirannya, buku-bukunya, dan juga setiap tulisannya.

Merisa adalah seseorang yang tepat untuk Diandra, mengapa begitu? Karena memang begitulah yang sebenarnya. Mereka saling melengkapi satu sama lain, Diandra terkesan atas kesabaran serta kejujuran yang dimiliki oleh Merisa. Oh ya, dia juga terkesan akan kepandaiannya berbahasa inggris. Itulah yang membuat Diandra sangat ingin menjadi sahabat Merisa.

Hingga suatu saat, Diandra mengetahui bahwa Merisa telah mempunyai sebuah grup persahabatan, dan ya mereka sangat dekat satu sama lainnya. Namun Diandra tetap saja mendekati Merisa, dan mereka saling menyayangi satu sama lainnya. 

Sehingga kedekatan mereka berdua mendapatkan kecemburuan dari sahabatnya Merisa. Diandra memahaminya dengan baik, hingga pada akhirnya, Diandra mulai sedikit menjauh dari Merisa, Diandra tak mau menjadi seorang perusak hubungan orang.

Diandra menyingkirkan perasaannya, dan seluruh ambisinya terhadap Merisa. Diandra mengetahui bahwa hanya itulah hal yang dapat mempertahankan hubungan Merisa dengan sahabatnya.

Hingga suatu saat di pesta perpisahan di sekolah mereka, Diandra tak berbicara bahkan tak mau menatap Merisa. Dia tahu bahwa Merisa merasa sakit hati dan dia juga tahu bahwa Merisa akan benar- benar membenci dirinya.

Pada saat itu, perasaan Diandra benar-benar sakit, dan dia benar-benar terpukul, bahkan dia telah membenci dirinya sendiri. Air matanya, sudah tak lagi dapat terbendung, ya tanggulnya bocor! Di satu sisi, Diandra sangat ingin tetap bersama Merisa dan menjalin sebuah persahabatan. Namun di sisi yang lain, dia tak mau menjadi perusak hubungan Merisa dengan sahabatnya.

Pada saat itu di hari perpisahan, Diandra pulang lebih awal bersama teman-temannya meninggalkan Merisa dan sahabatnya. Dia berpura-pura senang hanya untuk membuat Merisa merasa sakit dan membencinya. Dia tahu, bahwa itu sangatlah jahat, dan Diandra telah menghancurkan hatinya sendiri. Itulah pertemuan terakhirnya dengan Merisa.

 Diandra menyesali perbuatannya tersebut. Alih-alih membuat kenangan yang indah untuk sahabatnya, Diandra malah membuat kebencian Merisa terhadap dirinya.

Bertahun-tahun telah berlalu, namun Diandra masih saja mengingat Merisa dan terus mengecek akun facebook yang dimiliki oleh Merisa. Rasa sayangnya kepada Merisa tak pernah hilang. Semakin lama, rasa itu  bukannya mengurang malah makin membesar dengan seiringya waktu.

Diandra berharap dan terus berharap akan bertemu lagi dengan Merisa dan ingin mengucapkan permintaan maafnya kepada Merisa, entah sampai kapan, Diandra terus menunggu hal itu terjadi.

.....Sampai mati?

Diandra penuh dengan rasa harap dan penantian,..... Hingga pada suatu waktu, terlihat wajah samar yang membekas di ingatannya, sesosok wajah yang tak asing lagi baginya, sesosok wajah seseorang yang sangt di sayanginya. Ya, itulah Merisa.
3 Tahun tak bertemu, perpisahan, kini hanyalah omong kosong belaka. Air mata Diandra mengalir layaknya hujan, begitu pula dengan Merisa. Mungkin , kebenciannya terhadap Diandra terkalahkan oleh kerinduan dan kebersamaan mereka.

Diandra dan Merisa berjalan mendekati satu sama lainnya, berusaha menyeka air mata, hingga tiba mereka berpelukan melepas kerinduan yang datang ketika mereka berpisah, mencoba menenangkan dirinya, Diandra berkata.

“Maafkan aku Mer”

Lalu Merisa menjawabnya...

“Tak apa”

~The End~